Islamisasi di Asia Tenggara

Pendahuluan
    Islam adalah agama yang pada saat ini sudah menyebar ke seluruh Benua dan Negara yang ada dipermukaan bumi ini. Karena memang didalam ajaran Islam itu sendiri menuntut kepada orang yang memeluk agama Islam untuk menyebarkannya kepada umat-umat yang lainnya yang belum kenal Islam, di dalam Islam pun ajaranya mudah dimengerti sesuai rasional dan juga banyak bukti-bukti alam bahwa agama Islam adalah agama yang benar. Maka orang Islam yang berakhlak baik memudahkan dalam penyebaranya agar penduduk sekitar yang non Islam mau menerima, mengikuti, dan masuk agama Islam.
    Asia Tenggara adalah wilayah yang terletak di sebelah tenggara Benua Asia. Secara geologis, Asia Tenggara menjadi tempat pertemuan gugusan utama pegunungan muda Sirkum Pasifik dan Sirukum Mediteran.
    Secara geo-politik, Asia Tenggara saat ini terdiri dari atas 11 negara, yakni: Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Myanmar, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Timor Leste.
    Sejarah Islam dikepulauan Asia Tenggara merupakan sebuah topik diskusi yang hidup dikalangan sejarawan sejak tahun 1860-an. Islamisasi adalah sebuah proses akulturasi dimana kontak-kontak berbagai kelompok budaya yang berbeda mengarah pada penerimaan pola-pola budaya baru oleh satu atau kedua kelompok dengan mengambil seluruh atau sebagian dari budaya kelompok yang lain. Perdebatan tersebut terfokus pada dua isu, yakni asal-usul dan perkembangan Islam di kepulauan Asia Tenggara.Sejarawan pada umumnya, menerima fakta bahwa pedagang-pedagang Muslim adalah penyebar pertama budaya Islam ke kepulauan Asia Tenggara.

Pembahasan
Pola-Pola Islamisasi di Asia Tenggara
      Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara. Saluran-saluran islamisasi ada 6 yaitu sebagai berikut: Saluran Perdagangan. Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya ialah melalui perdagangan. Hal ini sesuai dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta menggambil bagiannya di Indonesia.
Saluran islamisasi dengan media perdagangan sangat menguntungkan. Hal ini mengingat bahwa dalam islam tidak ada pemisahan antara aktivitas perdagangan dengan kewajiban mendakwahkan Islam kepada pihak-pihak lain. Selain itu, dalam kegiatan perdagangan ini golongan raja dan kaum bangsawan local umumya terlibat di dalamnya. Tentu saja ini sangat menguntungkan karena dalam tradisi lokal apabila seorang raja memeluk islam, maka dengan  sendirinya akan diikuti oleh mayoritas rakyatnya.
Dapat disimpulkan bahwasanya perdagangan di Indonesia terjalin sudah lama melalui jalur perdagangan laut, terjalinnya hubungan baik antara pedagang-pedagang asing di Asia Tenggara menjadi lebih mudah dan sangat menguntungkan bagi perdagang-pedagang muslim serta penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Saluran perdagangan ini dapat digambarkan dengan Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut. Mulal-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan kemudian diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan perkampungan. Perkampungan golongan pedagang Muslim dari negeri-negeri asing itu disebut Pekojan.

Saluran Perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran islamisasi yang paling memudahkan. Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian diantara dua individu. Kedua individu  yaitu suami isteri membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti membentuk masyarakat muslim.
Saluran islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang atau saudagar dengan wanitia pribumi juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan islamisasi. Jalinan baik ini kadang diteruskan dengan perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim.
Islamisasi melalui saluran perkawaninan lebih menguntungkan lagi apabila terjadi perkawinan antara saudar muslim, ulama, atau golongan lain dengan anak perempuan raja, bangsawan, atau anak penjabatan kerajaan lainnya. Hal ini mengingat bahwa status sosial, ekonomi, dan politik kelompok-kelompok yang disebut terakhir tersebut pada konteks waktu itu turut mempercepat proses islamisasi.

Saluran Tasawuf
    Tasawuf merupakan saluran yang penting dalam proses islamisasi di Indonesia. Tasawuf juga termasuk kategori media yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan banyak bukti yang jelas yang berupa naskah-naskah antara abad ke-13 dan ke-18. Hal ini berhubungan langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia.dan memegang sebagian peranan penting dalam organisasi masyarakat di kota-kota pelabuhan.
    Menurut buku Azyumardi Azra, Dalam konsepsi tentang penciptaan Alam Minangkabau jelas dipengaruhi teori emanasi dalam filsafat Islam dan tasawuf. Ini memperkuat argument kita terdahulu, bahwa islam yag pertama kali berkembang di Nusantara adalah Islam yang dibawa kaum sufi, tegasnya Islam yang sangat dipengaruhi konsepsi-konsepsi tasawuf.

Saluran Politik
    Saluran ini menyebutkan dengan pendekatan politik (kekuasaan). Pendekatan politik yang dimaksud adalah upaya dakwah yang dilakukan para pedagang dan pendatang muslim yang kemudian behasil mengislamkan para raja dan pembesar istana, yang sebelumnya menganut agama Hindu atau Budha. Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam proses Islamisasi.
     Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Sulawesi  Selatan dan Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.

Pendidikan
   Pendidikan juga mempunyai andil yang besar dalam islamisasi di negeri ini. Sesuai dengan kebutuhan zaman, mereka perlu adanya tempat atau lembaga yang menampung anak-anak mereka untuk meningkatkan atau memperdalam ilmu agamanya. Lembaga umum yang bisa menampung kebutuhan pendidikan, antara lain, masjid, langgar, atau dalam komunitas yang lebih kecil, seperti keluarga. Dengan demikian, muncullah lembaga-lembaga pendidikan Islam secara informal di masyarakat.
     Secara formal islamisasi juga dilakukan melalui pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam.

Seni
     Islamisasi juga dilakukan dengan melalui cabang-cabang kesenian seperti : seni bangunan, seni pahat (ukir), seni musik, seni tari dan seni sastra. Contohnya dalam cabang seni bangunan dan seni pahat banyak kita jumpai dalam masjid-masjid kuno. Di Indonesia, masjid-masjid kuno mempunyai kekhasan tersendiri. Demikian juga saluran islamisasi melalui seni tari, seni musik, dan seni sastra. Dalam upacara-upacara keagamaan, seperti Maulid Nabi, sering dipertunjukkan seni tari atau seni music tradisional, misalnya sekaten yang terdapat di Keraton Yogyakarta, Surakarta, Cirebon dibunyikan pada perayaan Gerebeg Maulud. Contoh lain dalam seni adalah dengan pertunjukan wayang, yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita wayang itu disisipkan ajaran agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang masyarakat untuk melihat pertunjukan tersebut. Selanjutnya diadakan dakwah keagamaan Islam.

Teori-Teori Kedatangan Islam dan Islamisasi di Nusantara

    Kondisi semacam ini memaksa beberapa pakar untuk memunculkan teori-teori dalam kaitannya dengan islamisasi dan perkembangan islam di Indonesia. Paling tidak ada empat teori yang dimunculkan yaitu: “teori India”, “Teori Arab”, “Teori Persia”, “Teori Cina”. Dari hal tersebut kami akan membahas keempat teori tersebut.

Teori India
Salah satu pemegang “teori India” adalah Pijnapel, seorang professor bahasa melayu di Universitas Leiden, Belanda. Dia mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia (Nusantara) bukan berasal dari Arab atau Persia langsung, tetapi berasal dari India, terutama dari pantai barat dari Gujarat dan Malabar.
Teori tersebut dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang berhujah, begitu Islam berpijak kukuh di beberapa kota pelabuhan anak Benua India, Muslim Deccan – banyak diantara mereka tinggal di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara – datang ke Dunia Melayu-Indonesia sebagai para penyebar Islam pertama.
Alasan Snouck Hurgronje bahwa Islam di Indonesia berasal dari Deccan adalah adanya kesamaan antara tentang paham Syafi’iyah yang kini masih berlaku di pantai Coromandel. Demikian pula pengaruh Syi’ah yang masih meninggalkan sedikit jejekanya di Jawa dan 
Sumatera, dulunya mempunyai pengaruh kuat sebagaimana kini berlaku di India.

Teori Arab
Teori bahwa Islam juga dibawa langsung dari Arabia dipegang pula oleh Crawfurd, walaupun ia menyarankan bahwa interaksi penduduk Nusantara dengan kaum Muslimin yang berasal dari pantai timur India juga merupakan faktor penting dalam penyebaran Islam di Nusantara. Sementara itu, Keijzer memandang Islam di Nusantara berasal dari Mesir atas dasar pertimbangan kesamaan kepemelukan penduduk muslim di kedua wilayah kepada mazhab Syafi’i. Teori Arab ini juga dipegang oleh Niemann dan de Holander dengan sedikit revisi; mereka memandang bukan Mesir sebagai sumber Islam di Nusantara, melainkan Hadhramawt. 
Dalam bukunya Nor Huda, Selain dari beberapa ahli diatas yang mendukung teori arab, ada juga sejumlah para ahli Indonesia dan Malaysia yang dikemukakan dalam seminar-seminar tentang kedatangan Islam ke Indonesia yang diadakan pada 1963 dan 1978 disimpulkan bahwa Islam datang pertama kali ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7, bukan abad ke-12 atau 13.
 
Teori Persia
Teori ini menyatakan bahwa Islam yang datang di Nusantara ini berasal dari Persia, bukan dari India atau Arab. Teori ini didasarkan pada beberapa unsur kebudayaan Persia, khususnya Syi’ah yang ada dalam kebudayaan Islam di Nusantara. Diantara pendukung Teori ini adalah P.A. Hoesin Djajadinighrat. Dia mendasarkan analisisnya pada pengaruh sufisme Persia terhadap beberapa ajaran mistik Islam (Sufisme) Indonesia. Ajaran manunggaling kawula gusti Syekh Siti Jenar yang merupakan pengaruh dari ajaran wahdat al-wujud al-Hallaj dari Persia.

Teori Cina
Tampaknya, peranan orang Cina terhadap Islamisasi di Indonesia perlu mendapat perhatian. Sementara itu ekspedisi Laksamana Cheng-Ho yang memasuki Nusantara menimbulkan dugaan bahwa Islam bisa di mungkinkan datang melalui Cina.  A. Dahana, Guru besar studi Cina, Universitas Indonesia (UI) Depok, berpendapat perkiraan bahwa Cheng Ho juga menyebarkan Islam dalam Ekspedisinya tidak mengada-ada. Fakta ini bisa di telusuri dari faktor Tionghoa dalam Islamisasi Asia Tenggara.  Selama ini katanya arus Islamisasi yang di kenal hanya berasal dari dua tempat yaitu   Gujarat dan Timur Tengah. “ munculnya teori tentang peran warga Tionghoa dalam penyebaran Islam di Nusantara merupakan proses pengayaan khazanah kesejarahan kita.
Prof. Hembing Wijayakusama dalam kata pengantar buku Laksamana Cheng-Ho menyatakan bahwa Cheng-Ho berjasa besar dalam penyebaran agama Islam, pembauran dan peningkatan sumber daya manusia dalam bidang perdagangan, dan pertanian bagi daerah yang dikunjunginya. Cheng-Ho juga lanjut Hembing, memiliki peran besar dalam membentuk Masyarakat Muslim.
Dari keempat Teori diatas dapat disimpulkan bahwa karena adanya perbedaan pendapat dari masing-masing pendapat para ahli. Para pakar-pakar tersebut berupaya untuk membagi tahap tersebut dalam beberapa fase-fase atau tahapan tentang islamisasi di Indonesia.

Kesimpulan

    Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. menurut Azyumardi Azra bahwasanya ada 6 saluran islamisasi yaitu:
Saluran Perdagangan
Saluran Perkawinan
Saluran Tasawuf
Saluran Politik
Saluran Kesenian
Saluran Pendidikan
    Kondisi semacam ini memaksa beberapa pakar untuk memunculkan teori-teori dalam kaitannya dengan islamisasi dan perkembangan islam di Indonesia. Paling tidak ada empat teori yang dimunculkan yaitu: “teori India”, “Teori Arab”, “Teori Persia”, “Teori Cina”








DAFTAR PUSTAKA

Azyurmardi Azra. Jaringan Ulama “Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII”. Jakarta: Kencana, 2013.
Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
M. Solihin. Sejarah dan Pemikiran Tasawuf di Indonesia. Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001.
Nor Huda. Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015.
Saifullah. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010.
Uka Tjandrasasmita. (Ed). Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984.    

Website
Fajar Apandi, “Peranan Syaikh Quro dalam Penyebaran Islam di Jawa Barat Abad  XV M”, artikel diakses pada tanggal 24 Desember 2016 dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21479/1/FAJAR%20APANDI-FAH.pdf


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Historiografi

Makalah Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Perkembangan Kebudayaan Islam di Pakistan